Meningkatnya Peran Negara dan Dampaknya bagi Masyarakat
- Melalui Pemilu, rakyat dapat menggunakan hak politiknya untuk memilih
calon-calon wakilnya yang akan duduk dalam lembaga perwakilan rakyat.
Pemilihan
umum mempunyai fungsi dan tujuan yang amat penting dalam rangka
menegakkan demokrasi di suatu negara. Fungsi pemilihan umum yang pokok
adalah sebagai berikut.
1. Pemilihan
umum adalah sarana untuk menyalurkan hak politik warga negara sesuai
dengan pilihan agar aspirasinya dapat tersalur melalui wakilnya yang
terpilih.
2. Pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat dalam suatu negara.
3. Pemilihan
umum berfungsi sebagai sarana untuk menegakkan pemerintahan yang
demokratis karena melalui Pemilu rakyat dapat memilih para wakilnya
secara langsung, umum, bebas, dan rahasia.
1. memilih anggota-anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II;
2. menyalurkan aspirasi rakyat melalui wakilnya secara konstitusional;
3. membentuk susunan keanggotaan MPR.
Dalam upaya
memurnikan demokrasi Pancasila, sejak Pemilu tahun 1971 dasar yang
dipakai adalah Pancasila dan UUD 1945. Di dalam sistem demokrasi
Pancasila Pemilu berasas langsung, umum, bebas, dan rahasia. Tujuannya
pun sesuai dengan UUD 1945, yaitu memilih anggota-anggota DPR, DPRD I,
DPRD II, dan mengisi keanggotaan MPR.
Begitu pula waktu penyelenggaraan Pemilu sudah memenuhi aturan UUD 1945, yaitu setiap lima tahun sekali. Hal yang demikian itu belum bisa dilaksanakan pada masa Orde Lama. Dalam rangka membersihkan aparatur negara dan tata kehidupan bernegara dari unsur-unsur PKI dan segala ormasnya, pemerintah tidak memberi hak pilih kepada bekas anggota PKI dan segala ormasnya yang terlibat G 30 S/PKI. Ketegasan sikap ini sangat penting dalam rangka tetap mewaspadai bahaya laten PKI dan penyusupan ideologinya.
Begitu pula waktu penyelenggaraan Pemilu sudah memenuhi aturan UUD 1945, yaitu setiap lima tahun sekali. Hal yang demikian itu belum bisa dilaksanakan pada masa Orde Lama. Dalam rangka membersihkan aparatur negara dan tata kehidupan bernegara dari unsur-unsur PKI dan segala ormasnya, pemerintah tidak memberi hak pilih kepada bekas anggota PKI dan segala ormasnya yang terlibat G 30 S/PKI. Ketegasan sikap ini sangat penting dalam rangka tetap mewaspadai bahaya laten PKI dan penyusupan ideologinya.
Namun, sikap
waspada dan kehati-hatian pemerintahan Orde Baru itu sangat kebablasan
yang menyebabkan peran negara makin membelenggu berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Istilah pembangunan, atas nama rakyat, stabilitas, dan
pertumbuhan menjadi jargon yang dilontarkan pemerintahan Orde Baru.
Untuk
mencapai tujuan semua itu, negara mengambil peran besar yang sangat
menentukan dengan menempatkan pada tangan presiden. Sebetulnya, secara
semu pemerintahan Orde Baru mirip pada masa Indonesia melaksanakan
Demokrasi Terpimpin. Hanya pejabat presidennya saja yang ganti,
sistemnya tetap sama. Orde Baru dengan motor penggerak Golongan Karya
(Golkar) dan ABRI berusaha mengambil peranan yang lebih besar pada aspek
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan
mengatasnamakan negara.
Golkar yang
dibina oleh Presiden Soeharto terus berusaha mengamankan posisi
pemerintahan sejak Pemilu 1971. Golkar menjadi partai pemenang Pemilu
1971 dan berusaha untuk mempertahankannya. Tap. MPRS No. XLII/MPRS/1968
tentang perubahan Tap. MPRS No. XI/MPRS/1966 tentang Pemilihan Umum
masih diikuti banyak partai. Ada sepuluh partai peserta pemilihan umum
1971.
Akibat
penyederhanaan peserta Pemilu oleh negara pada Pemilu 1977 sampai akhir
masa pemerintahan Orde Baru hanya diikuti tiga kontestan. Partai peserta
Pemilu itu terdiri atas Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia, dan
Partai Persatuan Pembangunan. Dua partai kecil, yaitu Partai Demokrasi
Indonesia dan Partai Persatuan Pembangunan hanyalah partai penggembira
dan partai pelengkap dari sistem demokrasi model Indonesia, yaitu
Demokrasi Pancasila.
Stabilitas
menjadi unsur penting dalam melaksanakan pembangunan. Untuk itu,
pemerintah Orde Baru berusaha menciptakan stabilitas dengan berusaha
mengendalikan lawan-lawan politiknya. Aparatur negara harus benar-benar
setia dan patuh pada pemerintahan yang berkuasa yang dikamuflasekan
sebagai penjelmaan dan atas nama rakyat. Untuk itu, lahir organisasi
Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) untuk wadah para pegawai
pemerintah.
Pemerintah
juga membentuk berbagai organisasi untuk berbagai profesi, kelompok
masyarakat, dan mahasiswa. Muncul organisasi SPSI (Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia) untuk buruh, PGRI (Persatuan Guru Indonesia) untuk
guru, KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) untuk para pemuda, PWI
(Persatuan Wartawan Indonesia) untuk para wartawan dan masih banyak
lagi. Semua organisasi sosial kemasyarakatan itu, sayangnya arah
pembentukannya hanya ditujukan untuk melanggengkan kekuasaan pemerintah.
Caranya pada setiap pelaksanaan Pemilu mereka diarahkan dan diwajibkan
untuk memilih Golkar bukan diberi kebebasan untuk memilih.
Pemilihan
Orde Baru juga seakan-akan ketakutan dengan ideologi komunis. Pancasila
dijadikan alat negara yang ampuh untuk menghantam ideologi komunis.
Untuk lebih memasyarakatkan Pancasila dan dengan dalih mencegah
berkembangnya komunis di tengah masyarakat, mulai tahun 1978 dengan
ketetapan MPR dikeluarkan penjabaran Pancasila yang dikenal sebagai Eka
Prasetya Pancakarsa atau Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P-4). Semua aspek kehidupan bermasyarakat harus bersendikan Pancasila
dan P-4.
Setiap
pelajar, mahasiswa, masyarakat, dan pegawai pemerintah wajib mengikuti
penataran P-4 agar wawasan dan cara berpikir mereka seragam untuk
mendukung pemerintah Orde Baru. Sertifikat kelulusan hasil penataran P-4
menjadi dokumen penting. Pada pemerintahan Orde Baru, ABRI juga
menempati posisi penting dalam kehidupan bernegara. ABRI memang memegang
kendali sejak penumpasan G 30 S/PKI dan adalah kebetulan sekali kalau
kepala pemerintahan Indonesia adalah mantan militer. Melalui konsep
dwifungsi, ABRI merupakan kekuatan signifikan dalam percaturan politik
Indonesia. Mereka banyak yang ditunjuk menjadi anggota MPR. Dengan
memanfaatkan dwifungsi ABRI ini, Orde Baru telah berhasil melegitimasi
kekuasaan.
Melalui
pemikiran Prof. Dr. Wijoyo Nitisastro, Prof. Dr. Ali Wardana, Prof. Dr.
Sumitro Joyohadikusumo, Drs. Radius Prawiro, Prof. Dr. Ir. Moh. Sadli,
Prof. Dr. Emil Salim, Drs. Frans Seda, dan Prof. Dr. Subroto hasil
pendidikan dari Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat
berhasil menata kembali struktur ekonomi Indonesia yang morat-marit.
Karena orientasi pemikiran ekonomi Indonesia yang selalu bertumpu pada
para alumnus Berkeley tersebut menyebabkan mereka dijuluki Mafia
Berkeley.
Berdasarkan
hasil pemikiran para ekonom lulusan Berkeley tersebut, Indonesia pada
awal pemerintahan Orde Baru berhasil mengatasi krisis ekonomi yang
diderita. Banyak modal asing datang, industri berkembang pesat, dan
muncul kesempatan kerja. Indonesia juga menjalin kerja sama dengan
lembaga keuangan dunia, seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan
Bank Dunia (World Bank).
Demikianlah materi Meningkatnya Peran Negara dan Dampaknya bagi Masyarakat. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar