Kebijakan Luar Negeri Pemerintahan Orde Baru - Langkah-langkah yang diambil oleh Kabinet Ampera dalam menata kembali politik luar negeri, antara lain sebagai berikut.
a. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Indonesia
kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1966 dan tercatat
sebagai anggota ke-60. Sebagai anggota PBB, Indonesia telah banyak
memperoleh manfaat dan bantuan dari organisasi internasional tersebut.
Manfaat dan bantuan PBB, antara lain sebagai berikut.
1) PBB turut
berperan dalam mempercepat proses pengakuan de facto ataupun de jure
kemerdekaan Indonesia oleh dunia internasional.
2) PBB turut berperan dalam proses kembalinya Irian Barat ke wilayah RI.
3) PBB banyak memberikan sumbangan kepada bangsa Indonesia dalam bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Hubungan
yang harmonis antara Indonesia dan PBB menjadi terganggu sejak Indonesia
menyatakan diri keluar dari keanggotaan PBB pada tanggal 7 Januari
1965. Keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB tersebut sebagai protes
atas diterimanya Federasi Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB, sedangkan Indonesia sendiri pada saat itu sedang
berkonfrontasi dengan Malaysia. Akibat keluar dari keanggotaan PBB,
Indonesia praktis terkucil dari pergaulan dunia. Hal itu jelas sangat
merugikan pihak Indonesia.
b. Penghentian Konfrontasi dengan Malaysia
Indonesia
melakukan konfrontasi dengan Malaysia setelah diumumkan Dwikora oleh
Presiden Soekarno pada tanggal 3 Mei 1964. Tindakan pemerintah Orde Lama
ini jelas menyimpang dari pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif.
Pada masa
Orde Baru, politik luar negeri Indonesia dikembalikan lagi pada politik
bebas aktif sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini merupakan
pelaksanaan dari Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966. Indonesia segera
memulihkan hubungan dengan Malaysia yang sejak 1964 terputus.
Normalisasi
hubungan Indonesia–Malaysia tersebut berhasil dicapai dengan
ditandatangani Jakarta Accord pada tanggal 11 Agustus 1966. Persetujuan
normalisasi hubungan Indonesia–Malaysia merupakan hasil perundingan di
Bangkok (29 Mei–1 Juni 1966). Perundingan dilakukan Wakil Perdana
Menteri/Menteri Luar Negeri Malaysia, Tun Abdul Razak dan Menteri
Utama/Menteri Luar Negeri Indonesia, Adam Malik. Perundingan telah
menghasilkan persetujuan yang dikenal sebagai Persetujuan Bangkok.
Adapun persetujuan Bangkok mengandung tiga hal pokok, yaitu sebagai
berikut.
1) Rakyat
Sabah dan Serawak akan diberi kesempatan menegaskan lagi keputusan yang
telah diambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
2) Kedua pemerintah menyetujui memulihkan hubungan diplomatik.
3) Kedua pemerintah menghentikan segala bentuk permusuhan.
c. Pembentukan Organisasi ASEAN
Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau dikenal dengan nama ASEAN.
ASEAN
merupakan organisasi regional yang dibentuk atas prakarsa lima menteri
luar negeri negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Kelima menteri luar
negeri tersebut adalah Narsisco Ramos dari Filipina, Adam Malik dari
Indonesia, Thanat Khoman dari Thailand, Tun Abdul Razak dari Malaysia,
dan S. Rajaratnam dari Singapura. Penandatanganan naskah pembentukan
ASEAN dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok sehingga
naskah pembentukan ASEAN itu disebut Deklarasi Bangkok. Syarat menjadi
anggota adalah dapat menyetujui dasar dan tujuan pembentukan ASEAN
seperti yang tercantum dalam Deklarasi ASEAN.
Keanggotaan
ASEAN bertambah seiring dengan banyaknya negara yang merdeka. Brunei
Darussalam secara resmi diterima menjadi anggota ASEAN yang keenam pada
tanggal 7 Januari 1984. Vietnam diterima menjadi anggota ASEAN ketujuh
pada tanggal 28 Juli 1995. Sementara itu, Laos dan Myanmar bergabung
dengan ASEAN pada tanggal 23 Juli 1997 dan menjadi anggota kedelapan dan
kesembilan. Kampuchea menjadi anggota ASEAN yang kesepuluh pada tanggal
30 April 1999.
ASEAN mempunyai tujuan utama, antara lain:
1)
meletakkan dasar yang kukuh bagi usaha bersama secara regional dalam
mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan
kebudayaan;
2) meletakkan landasan bagi terwujudnya suatu masyarakat yang sejahtera dan damai di kawasan Asia Tenggara;
3) memberi sumbangan ke arah kemajuan dan kesejahteraan dunia;
4) memajukan perdamaian dan stabilitas regional dengan menghormati keadilan, hukum, serta prinsip-prinsip Piagam PBB;
5) memajukan
kerja sama aktif dan tukar-menukar bantuan untuk kepentingan bersama
dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan
administrasi;
6) memajukan pelajaran-pelajaran (studies) tentang Asia Tenggara;
7) memajukan
kerja sama yang erat dan bermanfaat, di tengah-tengah
organisasi-organisasi regional dan internasional lainnya dengan maksud
dan tujuan yang sama dan menjajaki semua bidang untuk kerja sama yang
lebih erat di antara anggota.
Dasar kerja sama ASEAN adalah:
1) saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, persamaan, integritas teritorial, dan identitas semua bangsa;
2) mengakui hak setiap bangsa untuk penghidupan nasional yang bebas dari ikut campur tangan, subversi, dan konversi dari luar;
3) tidak saling mencampuri urusan dalam negeri masing-masing;
4) menyelesaikan pertengkaran dan persengketaan secara damai;
5) tidak menggunakan ancaman dan penggunaan kekuatan;
6) menjalankan kerja sama secara efektif.
d. Keikutsertaan Indonesia dalam Berbagai Organisasi Internasional
Pemerintahan Indonesia masa Orde Baru juga aktif dalam beberapa lembaga internasional, seperti berikut ini.
1) Consultative Group on Indonesia (CGI)
Sebelum
pemerintah Indonesia mendapat bantuan dana pembangunan dari Consultative
Group on Indonesia (CGI) terlebih dahulu mendapat bantuan dana
pembangunan dari Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI).
Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI) didirikan pada tahun 1967.
Tujuannya, memberi bantuan kredit jangka panjang dengan bunga ringan
kepada Indonesia untuk biaya pembangunan.
Anggota IGGI terdiri atas dua kelompok.
a)
Negara-negara kreditor, seperti Inggris, Prancis, Belgia, Italia, Swiss,
Jepang, Belanda, Jerman Barat, Australia, Selandia Baru, Amerika
Serikat, dan Kanada.
b) Badan
keuangan dunia baik internasional maupun regional, seperti Bank Dunia
(World Bank), Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank), Dana
Moneter Internasional (International Monetary Fund), dan Masyarakat
Ekonomi Eropa (MEE).
IGGI
berpusat di Den Haag (Belanda). Ketua IGGI dijabat oleh Menteri Kerja
Sama Pembangunan Kerajaan Belanda. Bantuan IGGI kepada Indonesia, antara
lain berbentuk:
a) bantuan proyek,
b) bantuan program,
c) bantuan pangan,
d) bantuan teknik,
e) devisa kredit (devisa yang diperoleh dari pinjaman), dan
f) grant (sumbangan atau hadiah).
Bantuan IGGI
kepada Indonesia ini diberikan setiap tahun. Setiap tahun
diselenggarakan sidang IGGI untuk membahas dan mengevaluasi pelaksanaan
pembangunan Indonesia sebagai dasar pemberian bantuan tahun berikutnya.
Bantuan yang berbentuk pinjaman (devisa kredit) bersyarat lunak dengan
bunga berkisar 0–3% setahun dengan jangka waktu angsuran berkisar 7–10
tahun.
Bantuan dari
IGGI yang digunakan untuk pembangunan proyek-proyek produktif dan
kesejahteraan sosial itu, antara lain sebagai berikut.
a) Bantuan
teknik, umumnya tidak diterima dalam bentuk uang, tetapi dalam bentuk
bantuan tenaga ahli, peralatan laboratorium, dan penelitian.
b) Grant digunakan untuk biaya berbagai macam keperluan pembangunan, misalnya untuk membeli kapal angkutan laut.
c) Devisa kredit dan bantuan pangan digunakan untuk biaya impor barang modal, bahan baku, dan bahan makanan.
d) Bantuan
proyek digunakan untuk biaya pembangunan proyek listrik, pembangunan
telekomunikasi, pengairan, pendidikan, kesehatan (program KB), dan
prasarana lainnya.
e) Bantuan program digunakan untuk biaya penyusunan program pembangunan.
Pada tanggal
25 Maret 1992, IGGI bubar sebab Indonesia menolak bantuan Belanda yang
dianggap terlalu banyak mengaitkan pinjaman luar negerinya dengan
masalah politik di Indonesia. Sebagai penggantinya, pemerintah Indonesia
meminta pada Bank Dunia membentuk Consultative Group on Indonesia
(CGI).
CGI
mengadakan sidang pertama kali di Paris, Prancis tanggal 16 Juli 1992.
Sidang dihadiri oleh 18 negara dan 10 lembaga internasional yang
dipimpin oleh Bank Dunia. Anggota CGI terdiri atas negara-negara bekas
anggota IGGI (kecuali Belanda) dan lembaga-lembaga internasional.
Negara anggota CGI itu, antara lain:
a) Jepang,
b) Korea Selatan,
c) Amerika Serikat,
d) Prancis,
e) Jerman,
f) Inggris,
g) Swiss, dan
h) Belgia,
i ) Denmark,
j) Austria,
k) Kanada,
l) Italia,
m) Spanyol,
n) Finlandia,
o) Swedia,
p) Norwegia,
q) Selandia Baru.
Lembaga internasional yang ikut dalam CGI, antara lain:
a) World Bank,
b) ADB,
c) UNDP,
d) WFP,
e) UNFPA,
f) WHO,
g) FAO,
h) UNIDO,
i) ILO,
j) UNESCO,
k) UNHCR,
l) IAEA,
m) Mordic Invesment Bank,
n) IFAD,
o) IDB,
p) UNICEF,
q) Kuwait Fund
r) Saudi Fund.
2) Asia Pasific Economic Cooperation (APEC)
APEC
merupakan forum kerja sama ekonomi negara-negara di kawasan Asia dan
Pasifik. APEC terbentuk pada bulan Desember 1989 di Canberra, Australia.
Gagasan APEC muncul dari Robert Hawke, Perdana Menteri Australia saat
itu.
Latar
belakang terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan
ekonomi dunia pada waktu itu yang berubah dengan cepat. Hal ini diikuti
dengan kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay (masalah
perdagangan bebas). Apabila perdagangan bebas gagal disepakati, diduga
akan memicu sikap proteksi dari negaranegara maju.
Indonesia,
sebagai anggota APEC, mempunyai peranan yang cukup penting. Dalam
pertemuan di Seattle, Amerika Serikat (1993), Indonesia ditunjuk sebagai
Ketua APEC untuk periode 1994–1995. Sebagai Ketua APEC, Indonesia
berhasil menyelenggarakan pertemuan APEC di Bogor pada tanggal 14–15
November 1994 yang dihadiri oleh 18 kepala negara dan kepala
pemerintahan negara anggota. Sidang APEC di Tokyo tahun 1995, memutuskan
bahwa era perdagangan bebas akan mulai diberlakukan tahun 2003 bagi
negara maju dan 2010 bagi negara berkembang.
Demikianlah Materi Kebijakan Luar Negeri Pemerintahan Orde Baru. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar