Kebijakan Kolonial VOC di Indonesia
- Setelah bangsa Belanda berhasil menanamkan kekuasaan perdagangan dan
ekonomi di Indonesia maka pada tanggal 20 Maret 1602 Belanda membentuk
kongsi dagang VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) yang dianjurkan
oleh Johan van Olden Barnevelt yang mendapat izin dan hak istimewa dari
Raja Belanda.
Alasan
pendirian VOC adalah adanya persaingan di antara pedagang Belanda
sendiri, adanya ancaman dari komisi dagang lain, seperti (EIC) Inggris,
dan dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Untuk
mendapatkan keleluasaan usaha di Indonesia, VOC memiliki hak oktroi,
yaitu hak istimewa.
Akan tetapi,
VOC harus tetap tunduk kepada pemerintah di Negara Belanda. Adapun
tujuan mendirikan VOC adalah menghindari persaingan dagang antarpenguasa
Belanda, mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, dan bersaing
dengan bangsa lain.
Hak oktroi VOC meliputi:
1. hak monopoli perdagangan,
2. hak memiliki tentara,
3. hak mengadakan perjanjian dengan raja-raja di Indonesia,
4. hak mencetak uang,
5. hak untuk mengumumkan perang, dan
6. hak mendirikan benteng.
Di samping
itu, VOC juga melakukan pelayaran Hongi, yakni misi pelayaran Belanda
yang ditugasi mengawasi, menangkap, dan mengambil tindakan terhadap para
pedagang dan penduduk pribumi yang dianggapnya melanggar ketentuan
perdagangan Belanda.
Pada saat
itu, produksi rempah-rempah di Maluku meningkat hingga kelebihan
produksi. Untuk itu, VOC mendapat hak eksterpasi, yakni hak untuk
menebang tanaman rempah-rempah yang dianggap kelebihan jumlahnya dengan
tujuan untuk menstabilkan harga (harga rempah-rempah tetap tinggi). VOC
juga mendapat hak memungut pajak yang disebut:
a. Verplichte Leverantie, yaitu kewajiban bagi raja pribumi untuk membayar pajak hasil bumi kepada Belanda;
b. Contingenten, yaitu pajak sewa tanah yang harus dibayar rakyat dengan hasil bumi.
Pengurus VOC
semula hanya 60 orang, tetapi dianggap terlalu banyak sehingga diadakan
pemilihan pengurus dan hanya tinggal 17 orang yang diambil dari
beberapa kota. Mereka yang terpilih menjadi pengurus disebut Dewan 17
(De Heeren Seventien atau Tuan-Tuan 17) dan ketika VOC banyak urusannya
maka Dewan 17 mengangkat Gubernur Jenderal (Raad van Indie) Pieter Both
pada tahun 1610. Ia adalah Gubernur Jenderal VOC yang pertama di
Indonesia.
Usaha VOC
semakin berkembang pesat (1623) dan berhasil menguasai rempah-rempah di
Ambon dalam peristiwa Ambon Massacre. Selanjutnya tahun 1641, VOC
berhasil merebut Malaka dari tangan Portugis. VOC selalu menggunakan
Batigslot Politiek (politik mencari untung, 1602-1799) dengan memegang
monopoli Belanda di Indonesia. Selain itu, VOC menjalankan politik
devide et impera, yakni sistem pemecah belah di antara rakyat Indonesia.
VOC mampu menguasai Indonesia pada masa itu disebabkan oleh:
a. VOC adalah organisasi dagang yang tertib dan para pengurusnya bekerja keras sehingga maju dengan pesat,
b. banyak kerajaan di Indonesia yang mudah dikuasai VOC karena politik adu domba, dan
c. para pedagang di Nusantara belum memiliki kesatuan dan persatuan yang kuat.
Ada beberapa bukti politik adu domba VOC yang berhasil menguasai kerajaan Nusantara.
a. VOC berhasil membantu Sultan Haji dalam merebut Banten dari tangan Sultan Ageng Tirtayasa.
b. Dalam
permusuhan antara Aru Palaka (Raja Bone) dan Hasanuddin (Sultan
Makassar), VOC membantu Aru Palaka sehingga terjadilah Perjanjian
Bongaya yang menyebabkan Makassar jatuh ke tangan VOC.
c. VOC berhasil memecah belah Mataram menjadi tiga: kasunanan, kesultanan, dan mangkunegaran.
Perjalanan
kongsi dagang VOC lama kelamaan mengalami kemunduran, bahkan VOC runtuh
pada tanggal 31 Desember 1799. Kemunduran VOC disebabkan hal-hal
berikut.
a.
Perang-perang yang dilakukan membutuhkan biaya yang besar padahal hasil
dari bumi Indonesia telah terkuras habis dan kekayaan Indonesia sudah
telanjur terkirim ke negeri Belanda. VOC tidak kuat lagi membiayai
perang-perang tersebut.
b. Kekayaan
menyebabkan para pegawai VOC melupakan tugas, kewajiban, dan tanggung
jawab mereka terhadap pemerintah dan masyarakat. Untuk lebih memperkaya
diri, mereka melakukan tindak korupsi. Merajalelalah korupsi di
Indonesia maupun di negeri Belanda.
c.
Terjadinya jual beli jabatan. Seorang VOC yang ingin pulang ke negerinya
karena sudah terlampau kaya atau pensiun dapat menjual jabatannya
kepada orang lain dengan harga tinggi. Hal ini akan menjadi sistem suap
yang merajalela.
d. Tumbuhnya
tuan-tuan tanah partikelir. Pemerintah yang kekurangan biaya untuk
membiayai pemerintahannya dan perang terpaksa menjual tanah-tanah yang
luas kepada orang-orang partikelir dengan hak pertuanan.
e.
Kekurangan biaya tersebut tidak dapat ditutup dengan hasil penjualan
tanah saja, VOC harus juga mencari pinjaman. Akibatnya, utang VOC
semakin besar.
f. Pada
akhir abad ke-18, VOC tidak mampu lagi memerangi pedagang-pedagang Eropa
lainnya (Inggris, Prancis, Jerman) yang dengan leluasa berdagang di
Nusantara sehingga monopoli VOC hancur.
Keberadaan
VOC sudah tidak dapat dipertahankan lagi sehingga harta milik dan
utang-utangnya diambil alih oleh pemerintah negeri Belanda. Pemerintah
kemudian membentuk Komisi Nederburg untuk mengurusinya, termasuk
mengurusi wilayah VOC di Indonesia (1800-1907).
Selnjutnya baca juga materi Kebijakan Masa Penjajahan Belanda I di Indonesia, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar