PROSA LAMA
Prosa lama cenderung
bersifat imajinatif, istanasentris, didaktif, anonim, dan bentuk serta isinya
statis, sedangkan prosa baru bersifar realistis (melukiskan kenyataan
sehari-hari), dinamis atau mengalami perubahan terus-menerus sesuai dengan pembahan
masa, dan tidak anonim.
Yang termasuk prosa lama
ialah:
A. Dongeng
yaitu bentuk prosa lama yang semata-mata berdasarkan khayal dan disampaikan
secara lisan. Dongeng adalah cerita sederhana yang tidak benar-benar terjadi,
misalnya kejadian-kejadian aneh di zaman dahulu. Dongeng berfungsi menyampaikan
ajaran moral dan juga menghibur. Dongeng termasuk cerita tradisional. Cerita
tradisional adalah cerita yang disampaikan secara turun temurun. Suatu cerita
tradisional dapat disebarkan secara luas ke berbagai tempat. Kemudian, cerita
itu disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.
Selanjutnya dongeng
dibedakan lagi atas:
1. Fabel (dongeng tentang binatang) Contoh:
Kancil Yang Cerdik
Bayan Budiman
2. Legenda (dongeng yang isinya
dikaitkan dengan keunikan atau
keajaiban alam) Contoh:
Asal-usul Kota
Banyuwangi
Sangkuriang
3. Sage (dongeng yang mengandung unsur-unsur sejarah) Contoh:
Darmawulan
Terjadinya Kota Majapahit
4. Mite (dongeng lentang dewan-dewa atau makhluk lain
yang dianggap mempunyai sijat kedewaan, dan sakral) Contoh:
Cerita Gerhana
Nyi Loro Kidul
Hikayat Sang Boma
Odysee
5. Epos (Wiracarita/dongeng
kepahlawanan) Contoh:
Ramayana
Mahabarata
6. Dongeng Jenaka (dongeng yang menceritakan
kebodohan atau perilaku seseorang yang penuh kejenakaan atau lelucon) Contoh:
Pak Pandir
Pak Belalang
Si Lebai Malang
Abu Nawas
Tema-Tema Dongeng
1. Moral tentang
kebaikan yang selalu menang melawan
kejahatan.
2. Kejadian yang terjadi
di masa lampau, di suatu tempat yang jauh sekali
3. Tugas yang tak
mungkin dilaksanakan.
4. Mantra ajaib,
misalnya mantra untuk mengubah orang menjadi binatang.
5. Daya tarik yang
timbul melalui kebaikan dan cinta.
6. Pertolongan yang
diberikan kepada orang baik oleh makhluk dengan kekuatan ajaib.
7. Keberhasilan anak
ketiga atau anak bungsu ketika sang kakak gagal.
8. Kecantikan dan
keluhuran anak ketiga atau anak bungsu.
9. Kecemburuan saudara
kandung yang lebih tua.
10. Kejahatan ibu tiri.
Ciri-Ciri Lain
Dongeng
1. Menggunakan alur
sederhana.
2. Cerita singkat dan
bergerak cepat.
3. Karakter tokoh tidak
diuraikan secara rinci.
4. Ditulis dengan gaya
penceritaan secara lisan.
5. Terkadang pesan atau
tema dituliskan dalam cerita.
6. Biasanya, pendahuluan
sangat singkat dan langsung.
Contoh kalimat
pembuka pada dongeng
1. Syahdan pada zaman
dahulu kala, di negeri antah berantah, ...
2. Kata sahibul hikayat,
...
3. Pada zaman dahulu
kala, ...
4. Pada masa silam, ...
5. Beribu-ribu tahun
yang lalu, ...
6. Di suatu negeri yang
jauh, ...
Man
Doblang
(Tinggi
Badan Baginda Raja)
Kesulitan
rakyat Mataram tidak hanya datang dari kekuasaan rakus Belanda. Kadang juga
dari kalangan keraton sendiri. Lebih sulit lagi jika pangkal soalnya adalah
Baginda Raja sendiri. Masalah Raja menjadi malapetaka. Baginda Raja tetaplah
dianggap penguasa tunggal, penguasa tertinggi. Sampai sekarang pun, bayangan
tubuhnya tak ada yang berani menginjak. Memandang langsung pun tak diizinkan,
kecuali sedang diajak bercakap. Itu pun diawali dan diakhiri dengan gerakan
menyembah.
Masalah
sederhana ini terjadi ketika Mantri Pribadi harus mengisi formulir mengenai
data diri Baginda Raja. Kolom mengenai tanggal lahir, nama keluarga, berat
badan, semua bisa terisi. Kecuali kolom tinggi badan Baginda Raja. Isinya masih
titik-titik. Karena tidak ada yang berani mengukur tinggi badan Baginda Raja.
Karena itu artinya menyentuh kepala Baginda Raja.
Mantri
Pribadi pernah meminta tolong Permaisuri agar mengukur tinggi Badan Baginda
kala tidur. Tapi upaya ini gagal karena Permaisuri takut saat diukur Baginda
terbangun. Pernah pula diupayakan cara lain. Ketika Baginda Raja berdiri dekat
dinding, diperkirakan tingginya. Tapi ini tidak akurat. Kalau berbohong
mengenai Baginda Raja, hukumannya sangat berat.
Dalam
keadaan putus asa, Mantri Pribadi menemui Man Doblang untuk minta tolong.
“Kepada
siapa lagi saya minta tolong, Paman?”
“Bawa
meteran, langsung diukur. Kalau Baginda Raja marah, katakan bahwa Pak Mantri
diperintahkan mengisi formulir.”
“Saya
bisa dipecat, dan seluruh keluarga saya akan dihukum.”
“Karena
Pak Mantri sudah berusaha sepenuh tenaga, saya bersedia membantu.”
Mantri
Pribadi sangat gembira. Meskipun masih was-was akan nasib Man Doblang. Dengan
cara bagaimana Man Doblang mengukur tinggi badan Baginda Raja?
Agaknya
Baginda Raja telah mengetahui bahwa Man Doblang akan menemui untuk mengukur
tinggi badannya. Pada kesempatan pertama, permohonan menghadap Man Doblang
langsung diizinkan.
“Ingsun
memang ingin menguji para mantri dan cerdik cendikiawan di keraton ini,” kata
Baginda Raja yang selalu menyebut dirinya dengan ‘ingsun’. “Akhirnya, kamu juga
akan maju menghadap Man Doblang.
Apakah
kamu akan mengukur dari ujung rambut ke ujung kaki ingsun?”
Man
Doblang menyembah. “Tidak ada yang berani melakukan perbuatan yang kurang ajar
itu.”
“Lalu
bagaimana caramu?”
“Hamba
memohon Baginda mengukur sendiri.”
“Ingsun
tidak mau melakukan itu. Kalian yang harus berusaha untuk Ingsun.”
“Kalau
demikian halnya, perkenankan Baginda mengukur panjang tangan Baginda yang
direntangkan.”
Meskipun
bertanya-tanya dalam hati, Baginda Raja mengukur panjang tangan yang
direntangkan. “Seratus enam puluh delapan senti.”
“Kalau
demikian, tinggi badan Baginda seratus enam puluh delapan senti.”
“Mana
mungkin?”
Kali
ini Baginda mengukur tinggi tubuhnya. Dari ujung kaki yang menginjak. Persis
sama!
“Luar
biasa, kamu memang luar biasa Man Doblang. Kamu bisa mengukur tinggi tubuh ingsun,
bahkan tanpa menyentuh sehelai rambut ingsun. Luar biasa.”
“Begitu
ukuran tubuh kita semua, Baginda…”
“Kalau
ternyata tidak cocok?”
“Bahkan,
kita telah mengetahui tinggi badan Baginda yang sesungguhnya karena Baginda
telah mengukur sendiri?” Baginda Raja puas dengan jawaban Man Doblang. Bahkan,
kemudian menawarkan jabatan sebagai Mantri Pribadi, atau jabatan lain yang setingkat
dengan
itu, atau bahkan Mantri Perang! Man Doblang menolak dengan halus.
“Seorang
mantri adalah ibarat jari dan tangan Paduka Baginda. Mereka harus orang yang
tepat dan menguasai kementriannya. Tujuannya memperingan tugas Baginda…”
Ini
bukan pertama kalinya Man Doblang menolak jabatan atau pangkat tinggi. Bagi Man
Doblang bukan harta, bukan juga kekuasaan yang dicari. Melainkan ketenangan dan
kedamaian dan bisa membantu sesama. Ini semua bisa dilakukan tanpa perlu
jabatan yang tinggi atau kekuasaan yang besar.
Sumber: Ino, Edisi 03/Juni 2001
Jawablah pertanyaan-pertanyaan
berikut!
1. Tentukan tema pada dongeng “Man Doblang”!
2. Siapa saja tokoh dalam dongeng tersebut?
3. Bagaimanakah
watak mereka?
4. Sebutkan hal-hal menarik pada dongeng tersebut!
5. Mengapa Mantri Pribadi meminta bantuan kepada Man
Doblang?
6. Mengapa Man Doblang selalu menolak tawaran Raja
untuk menduduki jabatan penting?
7. Hal apa yang
bisa menjadi pelajaran bagi kita?
8. Dalam
kehidupan sehari-hari, apakah yang bisa kita lakukan berdasarkan dongeng di
atas?
B. Hikayat
yaitu prosa lama yang
isinya mengenai kejadian-kejadian di lingkungan istana, tentang keluarga raja.
Contoh:
Hikayat Hang Tuah
Hikayat Si Miskin
Hikayal Panca Tantra
Hikayat Panji Semirang
Hikayat Dalang Indra Kusuma
Hikayat Amir Hamzah
C. Silsilah atau tambo
yaitu semacam sejarah, tetapi isinya sudah bercampur dengan khayalan
sehingga banyak cerita yang tidak tercerna oleh pikiran sehat.
Contoh:
Sejarah Melayu
Hikayat Raja-raja Pasai
Sejarah Melayu-Bugis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar