Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Praaksara -
Kehidupan serta kebudayaan manusia di bumi nusantara pada awalnya
merupakan kehidupan yang relatif sederhana dan masyarakatnya belum
mengenal tulisan.
Zaman ketika
masyarakat Indonesia belum mengenal tulisan disebut masyarakat
Indonesia zaman praaksara. Zaman ini berlangsung sejak manusia ada
sampai manusia mengenal tulisan dalam kehidupan budayanya. Masyarakat
yang hidup pada masa praaksara ini hanya meninggalkan benda-benda
kebudayaan dan mewariskan kepada anak cucunya berupa alat-alat dari
batu, tulang, logam, serta lukisan yang terdapat pada dinding-dinding
gua tempat tinggalnya.
Karena zaman
praaksara belum meninggalkan tulisan, maka para peneliti hanya meneliti
benda-benda tersebut untuk merekonstruksi kehidupan mereka. Dari cara
ini para peneliti membuat penafsiran atau perkiraan tentang kehidupan
pada masa lalu. Benda-benda prasejarah yang berupa alat-alat dari batu,
kayu, tulang, logam, serta fosil tersebut akan dapat diketahui bagaimana
cara hidupnya, di mana, dan bagaimana kehidupan mereka.
Periodisasi masyarakat Indonesia masa praaksara
Dari
kehidupan masyarakat zaman praaksara, kita mendapatkan warisan berupa
alat-alat dari batu, tulang, kayu, dan logam serta lukisan pada
dinding-dinding gua. Masa lampau yang hanya meninggalkan jejak-jejak
sejarah tersebut menjadi komponen penting dalam usaha menuliskan sejarah
kehidupan manusia.
Jejak-jejak
tersebut mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan penulisan
sejarah dan akan disampaikan dari generasi ke generasi berikutnya sampai
turun temurun. Jejak sejarah yang historis merupakan jejak sejarah yang
menurut para ahli memiliki informasi tentang kejadian-kejadian
historis, sehingga dapat dipergunakan untuk penulisan sejarah.
Jejak
historis ada dua, yaitu jejak historis berwujud benda dan jejak historis
yang berwujud tulisan. Jejak historis berwujud benda merupakan hasil
budaya/tradisi di masa kuno, misalnya, tradisi zaman Paleolitikum,
Mesolitikum, Neolitikum, Megalitikum, dan Perundagian.
a. Tradisi manusia hidup berpindah (zaman Paleolitikum)
Manusia di
zaman hidup berpindah termasuk jenis Pithecanthropus. Mereka hidup dari
mengumpulkan makanan (food gathering), hidup di gua-gua, masih tampak
liar, belum mampu menguasai alam, dan tidak menetap.
Kebudayaan
mereka sering disebut kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
Disebut kebudayaan Pacitan sebab alat-alat budayanya banyak ditemukan di
Pacitan (di Pegunungan Sewu Pantai Selatan Jawa) berupa chopper (kapak
penetak) disebut juga kapak genggam. Karena masih terbuat dari batu maka
disebut stone culture (budaya batu). Alat sejenis juga ditemukan di
Parigi (Sulawesi) dan Lahat (Sumatra).
Kebudayaan
Ngandong ditemukan di desa Ngandong (daerah Ngawi Jawa Timur). Alatnya
ada yang terbuat dari tulang maka disebut bone culture. Di Ngandong
ditemukan juga kapak genggam, benda dari batu berupa flakes dan batu
indah berwarna yang disebut chalcedon.
b. Peningkatan hidup manusia memasuki hidup setengah menetap/semisedenter (zaman Mesolitikum)
Mereka sudah memiliki kemajuan hidup seperti adanya kjokkenmoddinger (sampah
kerang) dan abris sous roche (gua tempat tinggal). Alat-alatnya adalah kapak genggam
(pebble) disebut juga kapak Sumatra, kapak pendek (hache courte), dan pipisan.
c. Tradisi manusia zaman hidup menetap (zaman Neolitikum)
Pada zaman
ini, manusia sudah mulai food producing, yakni mengusahakan bercocok
tanam sederhana dengan mengusahakan ladang. Jenis tanamannya adalah ubi,
talas, padi, dan jelai. Mereka menggunakan peralatan yang lebih bagus
seperti beliung persegi atau kapak persegi dan kapak lonjong yang
dipergunakan untuk mengerjakan tanah. Kapak persegi ditemukan di
Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan Barat, sedangkan di Semenanjung
Melayu kapak ini disebut kapak bahu.
Kapak
lonjong berbentuk bulat telur, banyak ditemukan di Sulawesi, Papua, atau
kepulauan Indonesia Timur. Alat serpih untuk mata panah dan mata tombak
ditemukan di Gua Lawa Sampung (Jawa Timur) dan Cabbenge (Sulawesi
Selatan). Di Malolo (Sumba Timur) ditemukan kendi air. Pada masa ini,
terjadi perpindahan penduduk dari daratan Asia (Tonkin di Indocina) ke
Nusantara yang kemudian disebut bangsa Proto Melayu pada tahun 1500 SM
melalui jalan barat dan jalan utara.
Alat yang
dipergunakan adalah kapak persegi, beliung persegi, pebble (kapak
Sumatra), dan kapak genggam. Kebudayaan itu oleh Madame Madeleine
Colani, ahli sejarah Prancis, dinamakan kebudayaan Bacson-Hoabinh.
Kepercayaan zaman bercocok tanam adalah menyembah dewa alam.
d. Tradisi Megalitikum
Pada zaman
ini, alat dibuat dari batu besar seperti menhir, dolmen, dan sarkofagus.
Menhir adalah tugu batu besar tempat roh nenek moyang, ditemukan di
Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan. Dolmen adalah meja
batu besar (altar), terdapat di Bondowoso, Jawa Timur. Sarkofagus adalah
kubur peti batu besar. Di Sulawesi, sarkofagus dikenal dengan sebutan
waruga.
e. Tradisi zaman perundagian
Setelah
hidup menetap, mereka semakin pandai membuat alat, bahkan dengan
kedatangan bangsa Deutero Melayu pada 500 SM, mereka sudah mampu membuat
alat dari logam (sering disebut budaya Dongson karena berasal dari
Dongson). Zaman ini disebut zaman kemahiran teknologi. Mereka juga telah
mengenal sawah dan sistem pengairan. Jenis benda logam yang dibuat di
Indonesia pada zaman ini, antara lain, sebagai berikut.
1) Nekara, yaitu semacam tambur besar yang ditemukan di Bali, Roti, Alor, Kei, dan Papua.
2) Kapak
corong, disebut demikian karena bagian tangkainya berbentuk corong.
Sebutan lainnya adalah kapak sepatu. Benda ini dipergunakan untuk
upacara. Banyak ditemukan di Makassar, Jawa, Bali, Pulau Selayar, dan
Papua.
3) Arca
perunggu, ditemukan di daerah Bangkinang, Riau, dan Limbangan, Bogor.
Selain itu, ada perhiasan perunggu, benda besi, dan manik-manik.
Kepercayaan di zaman perundagian adalah menyembah roh nenek moyang
(animisme).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar