Kaum pergerakan dan kaum intelek nasional akhirnya sadar bahwa Jepang
ternyata jauh lebih berbahaya bagi bangsa Indonesia karena kekejaman dan
penindasannya terhadap rakyat.Sejak awal tahun 1944, rasa simpati
terhadap Jepang mulai hilang dan berganti dengan kebencian.
Muncullah gerakan-gerakan perlawanan terhadap Jepang, seperti Gerakan
3A, Putera, dan Peta.Salah satu contoh pemberontakan bangsa Indonesia
yang terbesar terhadap Jepang adalah pemberontakan Peta Blitar tanggal 4
Februari 1945. Pemberontakan yang dipimpin Supriyadi ini sangat
mengejutkan Jepang. Banyak tentara Jepang yang terbunuh. Untuk
menghadapinya, Jepang mengepung kedudukan Supriyadi. Terjadilah tembak
menembak yang membawa banyak korban bagi kedua belah pihak. Dalam
pertempuran tersebut, Supriyadi menghilang.
Peristiwa ini diabadikan sebagai hari Peta. Setelah perlawanan tersebut, muncul perlawanan-perlawanan lainnya dari berbagai daerah, seperti perlawanan rakyat Aceh dan perlawanan rakyat Sukamanah, Tasikmalaya.
Adapun dari kalangan intelektual, muncul organisasi-organisasi bawah tanah yang menyebarluaskan pandangan anti-Jepang. Mereka menanamkan bahwa bagaimanapun, Jepang tetap adalah juga penjajah seperti halnya Belanda. Bangsa Indonesia menurut mereka, hanya akan sejahtera jika telah sepenuhnya merdeka. Tokoh gerakan ini adalah Sjahrir dan Amir Sjarifuddin.
Para pemimpin pergerakan nasional semakin tidak tahan menyaksikan
penderitaan dan kesengsaraan rakyat yang memilukan. Oleh karena itu,
sebagian dari mereka mulai bangkit menentang Jepang dengan cara
perlawanan senjata. Perlawanan bersenjata terhadap Jepang terjadi
diberbagai daerah, antara lain sebagai berikut.
a) Di Aceh, perlawanan meletus di daerah Cot Plieng pada bulan November
1942 di bawah pimpinan Tengku Abdul Jalil. Perlawanan ini akhirnya dapat
ditumpas oleh tentara Jepang dan Abdul Jalil mati ditembak.
Perlawanan muncul lagi pada bulan Nopember 1944 yang dilakukan oleh
prajurit-prajurit Giyugun di bawah pimpinan Teuku Hamid. Ia bersama satu
peleton anak buahnya melarikan diri ke hutan kemudian melakukan
perlawanan. Untuk menumpas pemberontakan ini, Jepang melakukan siasat
yang licik, yakni menyandera seluruh anggota keluarganya. Dengan cara
ini akhirnya Teuku Hamid menyerah dan pasukannya bubar.
b) Di Jawa Barat, perlawanan meletus pada bulan Februari 1944 yakni di
daerah Sukamanah di bawah pimpinan K.H. Zainal Mustafa. Ia tidak tahan
lagi melihat kehidupan rakyat yang sudah semakin melarat dan menderita
akibat beban bermacam-macam setoran dan kerja paksa. Di samping itu,
K.H. Zainal Mustafa juga menolak melakukan seikeirei, hal ini dinilai
bertentangan dengan ajaran Islam sehingga ia menghimpun rakyat untuk
melawan Jepang.
Seikeirei, yaitu penghormatan kepada Kaisar Jepang yang dianggap sebagai ketunan Dewa Matahari dengan cara menghadap ke timur laut (Tokyo) dan membungkukkan badan dalam-dalam.
c) Di Blitar, perlawanan meletus pada tanggal 14 Februari 1945 di bawah
pimpinan Supriyadi, seorang Komandan Pleton I Kompi III dari Batalion II
Pasukan Peta di Blitar. Perlawanan di Blitar ini merupakan perlawanan
terbesar pada masa pendudukan Jepang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar