Perkembangan Pemerintahan Indonesia Setelah 21 Mei 1998
- Pemilihan umum dilaksanakan pada 7 Juni 1999. Dari seratus lebih
partai politik yang terdaftar, hanya 48 partai politik yang dinyatakan
memenuhi persyaratan untuk mengikuti pemilihan umum.
Lima besar
hasil Pemilu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI
Perjuangan), Partai Golongan Karya (Partai Golkar), Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat
Nasional (PAN) dan sekaligus merupakan lima penyusunan keanggotaan MPR
yang menempatkan Amin Rais sebagai Ketua MPR dan Akbar Tanjung sebagai
Ketua DPR RI.
Sidang Umum
MPR pada tanggal 19 Oktober 1999 menolak laporan pertanggungjawaban
Presiden B.J. Habibie yang disampaikan pada tanggal 16 Oktober 1999.
Faktor penting yang menyebabkan ditolaknya laporan pertanggungjawaban
Presiden B.J. Habibie adalah patut diduga bahwa presiden menguraikan
indikator pertumbuhan ekonomi yang tidak akurat dan manipulatif.
Pemilu 1999 |
Pemerintah
sendiri juga tidak pernah tegas dalam memberikan pernyataan terhadap
suatu masalah. Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid secara umum belum
mampu melepaskan bangsa Indonesia keluar dari krisis yang dialaminya.
Fakta yang ada justru menunjukkan makin banyak terjadi pengangguran,
naiknya harga-harga, dan bertambahnya jumlah penduduk yang berada di
garis kemiskinan. Disintegrasi bangsa juga makin meluas meskipun telah
diusahakan penyelesaian, misalnya pergantian nama Irian Jaya menjadi
Papua. Pertentangan DPR dengan lembaga kepresidenan juga makin
transparan.
Banyak
sekali teguran DPR yang tidak pernah diindahkan Presiden Abdurrahman
Wahid. Puncak pertentangan itu muncul dalam masalah yang dikenal sebagai
Bruneigate dan Buloggate. Kasus Buloggate menyebabkan lembaga DPR
mengeluarkan teguran keras kepada presiden dalam bentuk memorandum I
sampai II. Intinya agar presiden kembali bekerja sesuai GBHN yang telah
diamanatkan.
Presiden
Abdurrahman Wahid tidak mengindahkan peringatan DPR tersebut. DPR
akhirnya bertindak meminta MPR menggelar sidang istimewa untuk meminta
pertanggungjawaban kinerja presiden. Presiden berusaha menyelesaikan
masalah laporan pertanggungjawaban dengan kompromi politik. Namun, upaya
itu tidak mendapat sambutan positif lima dari enam partai politik
pemenang Pemilu 1999, yaitu PDI Perjuangan, Partai Golkar, PPP, PAN, dan
Partai Bulan Bintang. Partai Kebangkitan Bangsa sebagai basis politik
K.H. Abdurrahman Wahid jelas mendukung langkah-langkahnya.
Sikap MPR
untuk menggelar sidang istimewa makin tegas setelah presiden secara
sepihak melantik pemangku sementara jabatan Kepala Kepolisian RI
Komisaris Jenderal (Pol) Chaerudin Ismail menggantikan Kapolri Jenderal
Suroyo Bimantoro yang telah dinonaktifkan karena berseberangan pendapat
dengan presiden. Padahal sesuai aturan yang berlaku pengangkatan jabatan
setingkat Kapolri meskipun itu hak prerogatif presiden harus tetap
berkoordinasi dengan DPR.
Presiden
sendiri dalam menanggapi rencana sidang istimewa berusaha mencari
kompromi politik yang sama-sama menguntungkan. Namun jika sampai tanggal
31 Juli 1998 kompromi ini tidak didapatkan, presiden akan menyatakan
negara dalam keadaan bahaya. MPR berencana menggelar sidang istimewa
mulai tanggal 21 Juli 2001. Presiden direncanakan akan memberikan
laporan pertanggungjawabannya pada tanggal 23 Juli 2003. Namun, presiden
menolak rencana tersebut dan menyatakan Sidang Istimewa MPR tidak sah
dan ilegal.
Di lain
pihak, beberapa pimpinan partai politik lima besar pemenang pemilu minus
PKB mulai mendekati dan mendorong Wapres Megawati Sukarnoputri untuk
maju menjadi presiden. Melihat perkembangan politik yang tidak
menguntungkan tersebut, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid menengarai
adanya persekongkolan untuk menjatuhkan dirinya sebagai presiden. Oleh
karena itu, presiden segera bertindak meskipun tidak mendapat dukungan
penuh dari kabinetnya untuk mengeluarkan Dekret Presiden pada tanggal 23
Juli 2001 pukul 1.10 WIB dini hari.
Dekret Presiden 23 Juli 2001 pada intinya berisi hal sebagai berikut:
1. membekukan MPR dan DPR RI;
2.
mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta
menyusun badan-badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan
umum dalam waktu satu tahun;
3.
menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur orde
baru dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah
Agung.
Bangsa
Indonesia menanggapi Dekret Presiden itu dengan penuh kebimbangan. MPR
pada tanggal 23 Juli 2001 pukul 8.00 WIB, akhirnya bersikap bahwa dekret
tidak sah dan presiden jelas-jelas telah melanggar haluan negara yang
diembannya. Pernyataan MPR didukung oleh fatwa Mahkamah Agung yang
langsung dibacakan pada Sidang Istimewa MPR itu. Sidang Istimewa MPR
terus berjalan meskipun PKB dan PDKB menyatakan walk out dan tidak
bertanggung jawab atas hasil apapun dari Sidang Istimewa MPR.
Fraksi-fraksi
MPR yang ada akhirnya setuju memberhentikan K.H. Abdurrahman Wahid
sebagai Presiden RI dan menetapkan Megawati Sukarnoputri sebagai
Presiden RI. Keputusan menetapkan Megawati Sukarnoputri sebagai presiden
dituangkan dalam Tap. MPR No. III/MPR/2001. Masa jabatan terhitung
sejak dilantik sampai tahun 2004 atau melanjutkan sisa masa pemerintahan
Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. Hamzah Haz terpilih Wakil Presiden RI.
Presiden Megawati Sukarnoputri menjalankan pemerintahan dengan
membentuk kabinet yang diberi nama Kabinet Gotong Royong. Komposisi
kabinet ini ditetapkan pada tanggal 9 Agustus 2001. Persoalan berat yang
dihadapi bangsa Indonesia telah menghadang Presiden Megawati dan
kabinetnya untuk diselesaikan secepatnya.
Adapun Partai Politik Peserta Pemilu Tahun 1999 adalah ;
1. PIB : Partai Indonesia Baru
2. KRISNA : Partai Kristen Indonesia
3. PNI : Partai Nasonal Indonesia
4. PADI : Partai Aliansi Demokrat Indonesia
5. KAMI : Partai Kebangitan Muslim Indonesia
6. PUI : Partai Umat Islam
7. PKU : Partai Kebangkitan Umat
8. Masyumi Baru
9. PPP : Partai Persatuan Indonesia
10. PSII : Partai Syariat Islam Indonesia
11. PDI Perjuangan
12. PAY : Partai Abu Yatama
13. PKM : Partai Kebangsaan Merdeka
14. PDKB : Partai Demokrasi Kasih Bangsa
15. PAN : Partai Amanat Nasional
16. PRD : Partai Rakyat Demokrasi
17. PSII : Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
18. PKRD : Partai Keadilan Rakyat Demokrasi
19. PILAR : Partai Pilihan Rakyat
20. PARI : Partai Rakyat Indonesia
21. MASYUMI
22. PBB : Partai Bulan Bintang
23. PSP : Partai Solidaritas Pekerja
24. PK : Partai Keadilan
25. PNU : Partai Nahdatul Umat
26. PNI Front Marhenis
27. IPKI : Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
28. Partai Republik
29. PID : Partai Islam Demokrat
30. PNI Massa Marhenis
31. MURBA : Partai Musyawarah Rakyat
32. PDI : Partai Demokrasi Indonesia
33. Golkar : Golongan Karya
34. PP : Partai Persatuan
35. PKB : Partai Kebangkitan Bangsa
36. PUDI : Partai Uni Demokrasi Indonesia
37. PBN : Partai Buruh Nasional
38. MKGR : Partai Musyawarah Gotong Royong
39. PDR : Partai Daulat Rakyat
40. Partai Cinta Damai
41. PKP : Partai Keadilan dan Persatuan
42. PSPSI : Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
43. PNBI : Partai Nasional Bangsa Indonesia
44. PBI : Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
45. SUNI : Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
46. PND : Partai Nasional Demokrat
47. PUMI : Partai Umat Muslimin Indonesia
48. PPI : Partai Pekerja Indonesia
Demikianlah Materi Perkembangan Pemerintahan Indonesia Setelah 21 Mei 1998. Selamat belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar