Materi

27.10.14

Malaria Falciparum dengan Komplikasi : Menghadapi Parasit Pembunuh nomor satu di Indonesia

Di negara tropis seperti Indonesia, malaria masih merupakan penyebab kematian akibat parasit yang tertinggi. Seperti kita ketahui, tingkat keparahan dari penyakit malaria sangat tergantung dari spesies malaria apa yang menginfeksi tubuh manusia. Dari empat spesies yang sering dijumpai di Indonesia: Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, Plasmodium vivax, dan Plasmodium ovale. Penelitian yang dilakukan World Health Organization (WHO) menunjukan bahwa Plasmodium falciparum adalah spesies dari parasit malaria yang paling sering menimbulkan komplikasi di organ lain seperti di otak.
    Secara umum, gejala-gejala yang diderita oleh pasien malaria tidak spesifik yaitu: pusing, rasa lelah, sakit perut dan juga nyeri sendi. Biasanya gejala-gejala ini akan disertai oleh panas, badan yang menggigil, keringat yang berlebihan dan juga tidak nafsu makan. Gejala-gejala klinik akan berhenti disini apabila pasien terinfeksi oleh spesies malaria non-Plasmodium falciparum. Namun, pada Plasmodium falciparum yang tidak diobati secara baik, gejala-gejala kilnik ini akan terus meningkat dan akan timbul komplikasi.
    Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk mencegah kematian. Seperti kita ketahui, apabila tidak dirawat segera maka risiko pasien untuk mati sangatlah besar. Selain itu, dokter harus mencegah defisit neurologis yang pasti akan muncul pada pasien yang mengalami malaria dengan komplikasi. Hal ini berbeda dengan tujuan pengobatan pada malaria biasa dimana tujuan pengobatan utamanya adalah mengurangi komplikasi malaria secepatnya.
    Menurut WHO Guidelines for the Treatment of Malaria, pada kasus malaria falciparum ini, langkah pertama yang harus dilakukan dokter adalah menegakan diagnosis pasien. Menegakan diagnosis ini dapat dilakukan dengan dua cara: pertama adalah dengan mengamati gejala-gejala klinik yang dialami oleh pasien seperti tingkat kesadaran, kejang-kejang, bernafas secara sangat dalam (pernafasan asidosis), tekanan darah sistolik dibawah 70 mmHg dan pendarahan spontan. Selain itu, ada juga hasil laboratorium yang harus kita perhatikan seperti hipoglikemia, asidosis metabolik dan juga ditemukannya parasit malaria didalam darah.
    Berbeda dengan paham yang telah dianut oleh praktisi medis yang masih meyakini bahwa penggunaan obat kelas alkaloid kinkona seperti quinine dan quinidine adalah yang terbaik bagi kasus malaria falciparum, pada guidelines terbaru WHO ini, WHO memutuskan bahwa pengobatan terbaik bagi malaria dengan komplikasi ini adalah penggunaan obat yang tergolong sebagai derivatif Artemisin yaitu artesunate dengan pemberian intravena. Menurut penelitian, penggunaan artesunate intravena dapat mengurangi risiko kematian akibat malaria sebesar 48%, risiko hipoglikemia yang lebih rendah daripada menggunakan quinine. Meskipun terdapat kemajuan yang baik dalam mengurangi risiko kematian dan hipoglikemia, penggunaan derivatif Artemisin ini tidak mengurangi risiko kerusakan neruologis jangka panjang dari pasien. Selain itu, penggunaan artesunate dapat menghilangkan salah satu hal yang paling merepotkan dokter yaitu pada penggunaan obat quinine diperlukan infusi obat yang perlu dilakukan dari waktu ke waktu dan juga pemonitoran keadaan jantung pasien untuk melihat apakah ada efek jangka panjang dari penggunaan obat quinine terhadap jantung. Rekomendasi penggunaan artesunate pada pasien malaria ini juga berlaku pada pasien anak.
    Apabila anda tidak dapat melakukan pengobatan malaria secara tuntas oleh karena keterbatasan alat. Maka, anda harus merujuk pasien ke rumah sakity ang memiliki obat malaria. Namun, sebelum dilakukan pengobatan lebih baik kita memberikan obat sementara yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi tubuh pasien sebelum mendapatkan perawatan lebih lanjut dirumah. Obat-obat yang dapat digunakan adalah artesunate rektal, quinine intramuskular, artesuante intramuskular dan juga artemter intramuskular.
    Setelah diobati, dokter harus melakukan follow up terhadap pengobatan yang dilakukan. Dapat dilhat apakah ada kemajuan dari kondisi umum pasien. Apabila terdapat perbaikan dari kondisi umum pasien, obat-obatan dapat diganti menjadi obat anti malaria oral seperti obat ACT (campuran dari artesuante, amodiaquine dan artemeter plus) beserta antibiotik Doxycyline.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar