Sejarah Kerajaan Holing dan Kerajaan Kanjuruhan Serta Peninggalannya
Suatu berita
 dari Cina pada masa dinasti Tang menyebutkan bahwa di Jawa ada suatu 
kerajaan yang bernama Holing atau Kalingga, tepatnya di daerah Jawa 
Tengah dekat Jepara sekarang. Kerajaan ini menghasilkan penyu, emas, 
perak, cula, gading, dan orang-orangnya pandai membuat minuman dari 
kelapa. 
Berita ini 
disampaikan oleh I-Tsing. Ia mengatakan bahwa pada tahun 664, pendeta 
Hwining dan pembantunya Yunki pergi ke Holing untuk mempelajari agama 
Buddha. Ia juga menerjemahkan kitab suci agama Buddha dari bahasa 
Sanskerta ke bahasa Cina dibantu pendeta Janabhadra dari Holing. Kitab 
terjemahan Hwining tersebut adalah bagian terakhir dari kitab 
Varinirvana yang mengisahkan tentang pembukaan jenazah Sang Buddha.
Kerajaan 
Holing diperintah oleh seorang raja wanita yang bernama Ratu Sima sejak 
tahun 674. Ia memerintah dengan keras dan menghendaki agar kejujuran 
dijunjung tinggi. Bahkan putranya sendiri dihukum potong kaki karena 
dituduh mencuri. Kota Kerajaan Holing dikelilingi pagar kayu. Ratunya 
hidup dalam istana yang bertingkat, atapnya dibuat dari daun rumbia. 
Singgasananya terbuat dari gading. Peninggalan Sejarah Kerajaan Holing 
atau Kalingga ini adalah ;
Prasasti 
Tukmas ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di
 Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah. 
Prasasti bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta. Prasasti 
menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang 
mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di 
India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, 
kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang 
keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.
Prasasti Sojomerto
Prasasti 
Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten 
Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu 
Kuna dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti ini bersifat 
keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, 
Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama 
Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari 
berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal
 raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram 
Hindu.
Candi Angin
Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Candi Bubrah, Jepara
Candi Bubrah
 ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa 
Tengah. Kedua temuan prasasti ini menunjukkan bahwa kawasan pantai utara
 Jawa Tengah dahulu berkembang kerajaan yang bercorak Hindu Siwais. 
Catatan ini menunjukkan kemungkinan adanya hubungan dengan Wangsa 
Sailendra atau kerajaan Medang yang berkembang kemudian di Jawa Tengah 
Selatan.
Kerajaan 
Kanjuruhan merupakan kerajaan tertua di Jawa Timur. Berdiri sekitar 
tahun 760. Keberadaan kerajaan ini dapat diketahui dari prasasti Dinoyo 
yang ditemukan di desa Dinoyo, barat laut Malang. 
Prasasti 
Dinoyo yang ditulis pada tahun Saka 682 (atau kalau dijadikan tahun 
masehi ditambah 78 tahun, sehingga bertepatan dengan tahun 760 M). 
Disebutkan seorang raja yang bernama Dewa Singha, memerintah keratonnya 
yang amat besar yang disucikan oleh api Sang Siwa. Raja Dewa Singha 
mempunyai putra bernama Liswa, yang setelah memerintah menggantikan 
ayahnya menjadi raja bergelar Gajayana. 
Pada masa 
pemerintahan Raja Gajayana, Kerajaan Kanjuruhan berkembang pesat, baik 
pemerintahan, sosial, ekonomi maupun seni budayanya. Dengan sekalian 
para pembesar negeri dan segenap rakyatnya, Raja Gajayana membuat tempat
 suci pemujaan yang sangat bagus guna memuliakan Resi Agastya. Sang raja
 juga menyuruh membuat arca sang Resi Agastya dari batu hitam yang 
sangat elok, sebagai pengganti arca Resi Agastya yang dibuat dari kayu 
oleh nenek Raja Gajayana.
Dibawah 
pemerintahan Raja Gajayana, rakyat merasa aman dan terlindungi. 
Kekuasaan kerajaan meliputi daerah lereng timur dan barat Gunung Kawi. 
Ke utara hingga pesisir laut Jawa. Keamanan negeri terjamin. Tidak ada 
peperangan. Jarang terjadi pencurian dan perampokan, karena raja selalu 
bertindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian rakyat
 hidup aman, tenteram, dan terhindar dari malapetaka.
Raja 
Gajayana hanya mempunyai seorang putri, yang oleh ayahnya diberi nama 
Uttejana. Seorang putri kerajaan pewaris tahta Kerajaan Kanjuruhan. 
Ketika dewasa, ia dijodohkan dengan seorang pangeran dari Paradeh 
bernama Pangeran Jananiya. Akhirnya Pangeran Jananiya bersama Permaisuri
 Uttejana, memerintah kerajaan warisan ayahnya ketika sang Raja Gajayana
 mangkat. 
Seperti 
leluhur-leluhurnya, mereka berdua memerintah dengan penuh keadilan. 
Rakyat Kanjuruhan semakin mencintai rajanya. Demikianlah, secara 
turun-temurun Kerajaan Kanjuruhan diperintah oleh raja-raja keturunan 
Raja Dewa Singha. Semua raja itu terkenal akan kebijaksanaannya, 
keadilan, serta kemurahan hatinya. 
Prasasti 
Dinoyo ditulis dengan huruf Jawa Kuno dan menggunakan bahasa Sanskerta. 
Bangunan suci yang disebutkan dalam prasasti tersebut sekarang dikenal 
sebagai candi Badut.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar