Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk merupakan gambaran penggolongan atau pengelompokan penduduk berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.
Beberapa 
contoh dasar penggolongan penduduk antara lain umur dan jenis kelamin, 
status perkawinan, tempat tinggal (desa atau kota), jenis pekerjaan, 
tingkat pendidikan, pendapatan, dan agama.
Struktur 
penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin dinamakan piramida penduduk.
 Piramida penduduk pada umumnya disajikan dalam bentuk grafik batang 
yang meng gambarkan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan pada setiap 
kelompok usia tertentu. Rentang interval umur yang umumnya digunakan 
adalah lima tahun (usia 0-4, 5-9, 10-14, 15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 
35-39, 40-44, 45-49, 50-54, 55-59, 60-64, 65-69, 70-74, 75 tahun lebih).
Berdasarkan 
kecenderungan bentuknya, komposisi penduduk berdasarkan usia dan jenis 
kelamin diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
a. Komposisi penduduk muda (Ekspansif), dengan bentuk piramida penduduk menyerupai kerucut. Ciri-ciri komposisi penduduk ekspansif antara lain sebagai berikut.
1) Jumlah penduduk usia muda (0–19 tahun) sangat besar, sedangkan usia tua sedikit.
2) Angka kelahiran jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian.
3) Pertumbuhan penduduk relatif tinggi.
4) Sebagian 
besar terdapat di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Malaysia,
 Thailand, Republik Rakyat Cina, Mesir, dan India.
b. Komposisi penduduk dewasa (Stasioner), dengan bentuk piramida penduduk menyerupai batu nisan. Ciri-ciri komposisi penduduk stasioner antara lain sebagai berikut.
1) Perbandingan jumlah penduduk pada kelompok usia muda dan dewasa relatif seimbang.
2) Tingkat kelahiran umumnya tidak begitu tinggi, demikian pula dengan angka kematian relatif lebih rendah.
3) Pertumbuhan penduduk kecil.
4) Terdapat di beberapa negara maju antara lain Amerika Serikat, Belanda, dan Inggris.
c. Komposisi penduduk tua (Konstruktif),
 dengan bentuk piramida penduduk menyerupai guci terbalik. Ciri-ciri 
komposisi penduduk konstruktif antara lain sebagai berikut.
1) Jumlah penduduk usia muda (0–19 tahun) dan usia tua (di atas usia 64 tahun) sangat kecil.
2) Jumlah penduduk yang tinggi terkonsentrasi pada kelompok usia dewasa.
3) Angka kelahiran sangat rendah, demikian juga angka kematian.
4) Pertumbuhan penduduk sangat rendah mendekati nol, bahkan pertumbuhan penduduk sebagian mencapai tingkat negatif.
5) Jumlah penduduk cenderung berkurang dari tahun ke tahun.
6) Negara yang berada pada fase ini, antara lain Swedia, Jerman, dan Belgia.
Melalui data
 komposisi penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin kita dapat 
menentukan perbandingan tingat rasio jenis kelamin (sex ratio) pada 
berbagai wilayah. Sex ratio dihitung dengan menggunakan rumus sebagai 
berikut.
Keterangan:
Sex Ratio = rasio jenis kelamin
Pm = jumlah penduduk laki-laki
Pf = jumlah penduduk wanita
Manfaat lain
 dari komposisi penduduk menurut usia dan jenis kelamin dapat dijadikan 
sebagai dasar perhitungan angka beban tanggungan (Dependency Ratio). 
Angka tersebut dapat menggambarkan perbandingan jumlah penduduk usia 
nonproduktif dengan usia produktif. Adapun yang dimaksud dengan usia 
nonproduktif adalah kelompok usia anak-anak (0–14 tahun) dan penduduk 
dengan usia lanjut (65 tahun lebih), sedangkan usia produktif adalah 
penduduk pada kelompok usia (15–64 tahun). Rumus yang digunakan dalam 
melakukan perhitungan angka beban tanggungan adalah sebagai berikut.
Kualitas Penduduk
Selain 
masalah kuantitas, aspek demografis yang harus diperhatikan dalam 
mengkaji sumber daya manusia adalah permasalahan potensi kualitas 
penduduk. Beberapa aspek yang dijadikan tolok ukur kualitas penduduk 
antara lain tingkat pendidikan, kesehatan, dan pendapatan.
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan 
merupakan aspek penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui 
pendidikan, proses pendewasaan dan pengem bangan potensi penduduk dapat 
dikembangkan. Penduduk dengan tingkat pendidikan relatif lebih tinggi 
memiliki kemampuan beradaptasi terhadap kemajuan ilmu penge tahuan dan 
teknologi jika dibandingkan dengan penduduk dengan tingkat pendidikan 
rendah. Oleh karena itu, sangatlah tepat jika pemerintah Indonesia 
menempatkan kualitas penduduk sebagai salah satu modal dasar pembangunan
 nasional.
Komposisi 
penduduk berdasarkan kualitas pendidikan umum nya diukur dengan 
persentase jumlah penduduk yang berhasil menempuh setiap jenjang 
pendidikan sekolah, mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi. 
Semakin banyak proporsi jumlah penduduk yang berhasil menyelesaikan 
studi sampai ke jenjang SMA dan perguruan tinggi, menjadi indikasi 
semakin baik kualitas penduduk.
Berdasarkan 
catatan Badan Pusat Statistik Nasional, persentase jumlah penduduk 
Indonesia pada 1980 yang berhasil menye lesaikan studi sampai jenjang 
SMA adalah sekitar 4,4%, sedangkan perguruan tinggi hanya 0,9%. Angka 
ini kemudian mengalami sedikit peningkatan pada periode tahun 1990, di 
mana penduduk yang berhasil menamatkan sampai SMA adalah 11,9% dan 
perguruan tinggi sekitar 1,5% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia.
Rendahnya 
tingkat pendidikan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
 baik dari dalam diri penduduk sendiri maupun faktor dari luar. Sebagai 
contoh antara lain adanya keengganan sebagian penduduk Indonesia untuk 
melanjutkan sekolah ke jenjang yang tinggi, terutama pada masyarakat 
perdesaan. Orang tua yang tinggal di perdesaan beranggapan bahwa 
anak-anak mereka cukup sekolah sampai SD atau SMP, setelah itu mencari 
kerja untuk membantu meringankan beban orang tua, kemudian menikah dan 
berkeluarga.
Faktor lain 
yang juga berpengaruh adalah tingginya biaya sekolah sehingga sangat 
sulit dijangkau oleh masyarakat ekonomi lemah, serta keterbatasan daya 
tampung sekolah dari setiap jenjang pendidikan, terutama tingkat SMA dan
 Perguruan Tinggi. Untuk mengatasi permasalahan rendahnya kualitas 
pendidikan penduduk, dilakukan berbagai upaya oleh pemerintah, antara 
lain:
1) membangun prasarana pendidikan sekolah ke berbagai penjuru tanah air;
2) menggalakkan wajib belajar sembilan tahun;
3) program buku dan perpustakaan masuk desa;
4) penayangan acara-acara pendidikan di berbagai media massa.
b. Tingkat Kesehatan
Parameter 
kedua yang dapat dijadikan ukuran kualitas penduduk adalah tingkat 
kesehatan. Hal ini dapat dipahami, sebab apalah artinya penduduk dengan 
kuantitas banyak, tingkat pen didikan tinggi, tetapi tingkat 
kesehatannya rendah dan sakit-sakitan, tetap saja produktivitas nya 
rendah. Tingkat kesehatan penduduk dapat diukur dengan melihat aspek 
angka kematian bayi dan angka harapan hidup.
1) Tingkat Kematian Bayi (Infant Mortality)
Tingkat 
kematian bayi berhubungan dengan tingkat kesehatan ibu dan anak, 
pemenuhan gizi keluarga, kesiapan fisik saat proses persalinan, 
pemerataan fasilitas kesehatan sampai ke pelosok tanah air, ketersediaan
 obat-obatan yang memadai pada pusat-pusat pelayanan kesehatan, tingkat 
pendapatan penduduk, dan tingkat pengetahuan serta pendidikan 
masyarakat. Semakin tinggi angka kematian bayi, semakin rendah kualitas 
kesehatan sebagian besar penduduk suatu wilayah atau negara.
2) Angka Harapan Hidup
Selain angka
 kematian bayi, faktor lain indikasi kesehatan penduduk adalah angka 
harapan hidup, yaitu rata-rata tahun hidup atau usia yang mampu dijalani
 penduduk sejak dilahirkan sampai meninggal dunia. Sebagai contoh pada 
tahun 2002 angka harapan hidup penduduk laki-laki Indonesia adalah 66 
tahun sedangkan wanita 70 tahun. Angka tersebut berarti rata-rata 
penduduk pria Indonesia memiliki harapan hidup sampai 66 tahun, 
sedangkan penduduk wanita sampai 70 tahun. Banding kan dengan 
negara-negara maju, seperti Jepang (laki-laki = 78 tahun, perempuan = 85
 tahun) dan Kanada (laki-laki = 76 tahun, perempuan = 81 tahun).
c. Tingkat Pendapatan
Faktor 
ketiga yang dapat dijadikan parameter kualitas pen duduk adalah tingkat 
pendapatan yang berhubungan dengan status ekonomi sebagian besar 
penduduk di suatu wilayah. Pada umumnya negara-negara berkembang 
memiliki tingkat pendapatan penduduk lebih rendah jika dibandingkan 
dengan negara-negara maju. Kecuali, pada beberapa negara berkembang di 
kawasan Asia yang memiliki sumber daya minyak dan gas bumi cukup 
berlimpah, seperti Arab Saudi dan Brunei Darussalam.
Untuk 
mengukur tingkat pendapatan penduduk, digunakan formulasi rata-rata 
pendapatan perkapita (percapita income). Angka ini diperoleh dengan 
membandingkan jumlah kekayaan negara secara keseluruhan dengan jumlah 
penduduk. Secara matematis, rumus yang digunakan untuk mengukur tingkat 
pendapatan perkapita adalah sebagai berikut.






Tidak ada komentar:
Posting Komentar